Sejarah Singkat Antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta: Simbol Toleransi di Jantung Ibu Kota
Di tengah hiruk pikuk Jakarta Pusat, berdiri dua bangunan megah yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah bangsa Indonesia—Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta. Terpisah hanya oleh Jalan Katedral, keduanya tak sekadar menjadi tempat ibadah, melainkan juga lambang kerukunan antar umat beragama yang telah dijaga selama puluhan tahun.
Daffa Naufal Ramdhani
5/8/20252 min read
Sejarah Singkat Antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta: Simbol Toleransi di Jantung Ibu Kota
Masjid Istiqlal dibangun sebagai simbol kemerdekaan Indonesia. Gagasan pendiriannya muncul pada 1949, tak lama setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, mendukung ide tersebut sebagai wujud syukur atas kemerdekaan, dan nama “Istiqlal” sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti "kemerdekaan".
Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 24 Agustus 1961 oleh Soekarno sendiri. Arsitek masjid ini, Friedrich Silaban, seorang Kristen Protestan kelahiran Sumatera Utara, menjadi simbol toleransi sejak awal pembangunan. Butuh waktu sekitar 17 tahun hingga akhirnya masjid ini diresmikan pada 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto.
Gereja Katedral: Jejak Kolonial yang Berumur Lebih dari Satu Abad ✝︎
Tepat di seberang Masjid Istiqlal berdiri Gereja Katedral Jakarta, dengan nama resmi Gereja Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Gereja ini pertama kali dibangun pada 1829 namun sempat rusak akibat gempa. Bangunan gereja yang kita lihat sekarang diresmikan pada tahun 1901 dan bergaya neo-gotik khas Eropa.
Katedral ini menjadi pusat keuskupan agung Jakarta dan menyimpan banyak peninggalan sejarah Katolik di Indonesia, termasuk museum kecil di lantai atas yang menyimpan artefak liturgi berusia ratusan tahun.
Simbol Toleransi dan Dialog Lintas Iman 🤝
Yang menarik dari keberadaan dua bangunan ini bukan hanya nilai arsitekturnya, tetapi hubungan sosial dan simbolis yang mereka bangun. Hubungan antara pengelola Istiqlal dan Katedral sangat harmonis. Misalnya, saat perayaan Natal, Masjid Istiqlal kerap menyediakan lahan parkir untuk jemaat Katedral yang membludak. Sebaliknya, saat Hari Raya Idul Fitri, pihak Katedral menunjukkan sikap serupa.
Kedekatan ini menjadi pesan kuat bahwa kerukunan antarumat beragama bukan hanya mungkin, tetapi juga nyata di tengah keberagaman Indonesia. Bahkan, Presiden Joko Widodo pernah menyebut keduanya sebagai contoh nyata "persaudaraan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika."
Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral tidak hanya mewakili dua agama besar di Indonesia, tetapi juga mencerminkan semangat gotong royong, toleransi, dan kesatuan dalam perbedaan. Dalam setiap detak jantung kota Jakarta, keduanya berdiri berdampingan—bukan kebetulan, tapi sebagai pernyataan sejarah bahwa harmoni bisa dirajut dari keragaman.
📍 Ingin Menyaksikan Langsung Harmoni Dua Simbol Agama Ini?
Gabung dalam program Napak Tilas Kebangsaan (On The Spot): Jelajah Sejarah Jakarta, dan rasakan pengalaman city tour mendalam yang mengajak Anda menelusuri jejak sejarah dan toleransi di jantung ibu kota. Hubungi kami sekarang!

Information
Contacts
+62 81386900184
indonesiabudayarumah@gmail.com
Pelatihan kami
Pelatihan Hidroponik
Pelatihan Angklung
Napak Tilas Kebangsaan (On The Spot)
Pelatihan Tanah Liat
Copyright © 2025. RumahBudayaIndonesia